Rabu, 06 Januari 2010

Kasih ibu sepanjang jalan



Pengin ngisi lembaran ini dengan cerita ini. Kok nggak mbahas berita-berita yang lagi heboh sekarang ini? Ya nggak apa-apa lah, namanya juga lagi pengin ini...

Hanya kebetulan saja aku melihat kisah nyata di salah satu tv swasta, tetapi benar-benar memberi pelajaran yang sangat berharga. Stasiun tv itu menyiarkan tentang satu ibu yang baru pulang sebagai TKW di luar negeri, mendambakan sambutan yang hangat dan tentunya si ibu sudah membayangkan cerita-cerita apa saja yang akan di ceritakan pada keluarganya, oleh-oleh apa saja yang sudah dibawanya, dan satu hal utama, kerinduan yang amat sangat pada anak semata wayangnya, bertemu dan bersatu kembali, satu keluarga kecil merangkai masa depan dengan tabungan yang sudah dikumpulkan selama bekerja di luar negeri. Siapa sih yang tidak bisa membayangkan bagaimana si ibu sudah tak sabar dalam perjalanan pulang, bahkan dengan pesawat pun tetap terasa sangat lama.

Tetapi, sesampai di rumah, sepi! Tidak ada sambutan! Apalagi sorak kegirangan buah hati yang berlari menyambut. Rumah kosong! Kekecewaan pertama. Sekaligus kecemasan pertama.

Toh ada kekuatan untuk mencari dan mencari. Dengan bertanya-tanya, didapatkan satu keterangan kecil, bapak-anak pergi mencari kerja di Jakarta. Dan dengan penuh khawatir, si ibu menyusul ke Jakarta. Mendapat keterangan, anaknya mengamen. Terlantar ! Kekecewaan kedua. Kesedihan yang amat sangat. Siapakah yang dapat mencari keberadaan anak kecil yang mengamen? Di kota besar? Pertemuan ibu-anak yang mengharukan itu hampir tidak mungkin, hanya oleh cinta Tuhan atas umat-Nya, Tuhan yang mendengar doa tulus seorang ibu demi anaknya.

Selanjutnya, ibu-anak ini menuju tempat dimana dia berteduh selama ini. Didapati kenyataan, di rumah itu tinggal satu wanita, dan dia adalah istri dari laki-laki yang dicarinya selama ini. Suaminya. Ternyata laki-laki itu telah mengkhianatinya! Laki-laki itu mengatakan dia telah menceraikan istrinya sebelum menikahi wanita di rumah itu. Dikhianati?! Berat. Percayalah, sungguh amat berat! Kekecewaan ketiga. Suami macam apa itu?! Kesetiaan apa yang bisa ditunjukkan? Tidak tahan ditinggal istri untuk bekerja, cari perempuan lain. Bahkan anak di terlantarkan! Masih kurang juga, cari perempuan malam. Dan akhirnya si suami menderita HIV/AIDS. Namun demikian, si ibu tetap mencari suaminya hingga ketemu.

Jika pun si ibu tidak peduli dengan suaminya, hidup berdua saja dengan anaknya dan membangun masa depan, itu pun rasa-rasanya masih jauh dari setimpal dibandingkan dengan perbuatan jahat yang telah dilakukan suaminya. Seandainya suaminya yang bertobat ini ingin menebus kesalahan dengan berbagai perbuatan baik, rasa-rasanya dibutuhkan waktu yang sangat panjang, sangat lama, usaha dan tekad yang amat sangat keras yang dilakukan dengan setulus mungkin, untuk mengembalikan dan menyembuhkan hati dan kepercayaan yang telah terluka, itu pun kalau dia mampu, itupun rasa-rasanya belum tentu lunas.

Tapi lihatlah! Betapa besar kasih ibu itu! Hampir tidak percaya, hampir tidak mungkin terlintas dalam pikiranku sebagai salah satu yang mengikuti kisah itu, bahwa si ibu memaafkan suaminya! Mengajaknya kembali. Bahkan mendukung kesembuhannya! Beruntunglah laki2 itu, memiliki sosok yang sangat mencintainya. Sosok ibu yang sangat luhur, mulia. Tulus. Berhati lapang. Berjiwa sangat, sangat besar. Dengan semua itu, pepatah “Kasih ibu sepanjang jalan” rasa-rasanya masih belum mampu memuat betapa besar kasih ibu yang sesungguhnya. Yang bisa kukatakan: Tak terlukiskan!

Dengan ini maka rasa-rasanya aku pun turut memanjatkan harapan, mengiring keyakinan bahwa Tuhan Maha Tau atas yang terbaik bagi ibu itu, kiranya si ibu mendapat limpahan kasih, penyertaan dan perlindungan selalu, kesehatan dan keselamatan, dan kebahagiaan, dari Tuhan. Semoga anak itu tumbuh menjadi sosok yang mewarisi kebaikan sang ibu, mampu menyelami hari-hari yang telah dan sedang dilaluinya, menyatukan kerikil-kerikil hikmat dan membangunnya, sehingga terbentuk pribadi yang kokoh dan berpikir positif.
Dan sang suami mendapat kasih Tuhan untuk kembali menjalani hidup yang penuh syukur.

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Amin! Kadang kita salah menilai, mendahului yang Kuasa!

Seno mengatakan...

Tragis banget nasib ibu itu.

ceritatugu mengatakan...

oleh karena itu kita harus sayang sama ibu

Hennyyarica mengatakan...

Jodoh dan nasib itu Tuhan yang mengatur, sebisa mungkin kita sebagai manusia biasa tidak melampauinya